Pasuruan, MCE - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur (Jatim) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Mengkaji Pengelolaan Anggaran Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) untuk dikembalikan kepada Kepala Sekolah SMA/SMK/SLB sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2024 Dinas Pendidikan Jawa Timur”, pada hari Sabtu (10/8/2024) di Graha Wilwatikta Pandaan, Pasuruan.
BPOPP merupakan bentuk perhatian Pemerintah Provinsi Jatim terhadap dunia pendidikan, yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 69 Tahun 2019 sebagai petunjuk teknis operasional. Anggaran BPOPP yang diambil dari APBD 1 Pemprov Jatim menjadi instrumen penting untuk kegiatan pendidikan yang tidak dapat ditutupi oleh anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Kemendikbud.
Sejak tahun 2022, terjadi pergeseran dalam pengelolaan anggaran BPOPP dari kepala sekolah SMA/SMK/SLB ke Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) kota/kabupaten. Kebijakan ini dilakukan untuk kebaikan dan kemajuan dana pendidikan di Jatim.
FGD yang diadakan oleh MAKI Jatim ini mengundang para pakar pendidikan dan anggota dewan untuk membahas pengelolaan anggaran BPOPP tahun 2024, terkait dengan wewenang kepala sekolah sebagai kuasa pengguna anggaran. Acara ini menghadirkan beberapa pembicara utama, antara lain Kunjung Wahyudi (Ketua Komnasdik Jatim dan Ketua FKKS Jatim) dan dr. Benjamin Kristianto (Anggota Komisi E DPRD Jatim) dengan dimoderatori oleh Heru Satriyo (Ketua MAKI Jatim).
Serta peserta yang mengikuti acara FGD adalah seluruh Kepala Sekolah dan perwakilan komite tingkat SMA/SMK/SLB se- Jatim. FGD ini menjadi wadah diskusi dan berbagi wawasan terkait pengelolaan anggaran BPOPP di lingkungan Dinas Pendidikan Jatim.
Diharapkan, diskusi ini dapat menciptakan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik dalam pengelolaan anggaran pendidikan di lingkungan Dinas Pendidikan Jatim.
Anggota Komisi E DPRD Jatim dr. Benjamin Kristianto menekankan bahwa pentingnya menyalurkan bantuan BPOPP langsung ke sekolah-sekolah bukan melalui Kepala Cabang Dinas (Kacabdin). Menurutnya, sesuai rujukan dari juknis yang tertuang dalam pasal 4 ayat 2, yang mengatur bahwa bantuan tersebut harus dialokasikan langsung ke sekolah, sementara peran Kacabdin seharusnya hanya sebagai pengawas.
“Namun, dalam praktiknya ditemukan adanya barang yang disalurkan tanpa mempertimbangkan kebutuhan spesifik setiap sekolah,” ujarnya.
“Setiap sekolah memiliki kebutuhan masing-masing, dan ini perlu diperhatikan dalam distribusi alokasi bantuan,” kata dr. Benjamin saat diwawancarai langsung awak media seusai Forum Group Discussion (FGD).
Politikus Partai Gerindra menyampaikan bahwa dalam rapat bersama, telah disepakati peningkatan anggaran sebesar 620 miliar. Ia pun menegaskan bahwa fokus pada anggaran ini seharusnya tidak lagi pada jumlah siswa, melainkan pada kelembagaan.
“Beberapa sekolah, terutama sekolah luar biasa (SLB), memiliki jumlah siswa yang sedikit, namun membutuhkan dana operasional yang besar,” jelasnya.
Dengan pendekatan ini, dr. Benjamin ini diharapkan alokasi anggaran BPOPP dapat lebih adil dan sesuai dengan kebutuhan setiap lembaga pendidikan.
“Upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia khususnya Jawa Timur, anggaran sebesar 620 miliar ditambahkan sehingga total mencapai 9,5 triliun,” tutur Anggota Komisi E DPRD Jatim.
Menurut dr. Benjamin, langkah ini diharapkan dapat memastikan anggaran tersebut tepat sasaran, terutama dalam mendukung kecerdasan generasi bangsa.
“Dalam diskusi FGD, dipastikan bahwa dana tersebut harus disalurkan melalui rekening yang terdaftar atas nama sekolah baik SMA maupun SMK,” tegas dr. Benjamin.
“Rekening yang tidak sesuai dengan nama sekolah akan dianggap sebagai pelanggaran atau penyimpangan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata dr. Benjamin, kepala sekolah diwajibkan melibatkan peran komite sekolah dalam pengambilan keputusan.
“Hal ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dalam pengawasan, sehingga setiap kebijakan yang diambil dapat lebih tepat sasaran untuk pengembangan sekolah,” tukas dia.
Sementara itu, Kunjung Wahyudi Ketua Komnasdik dan Ketua FKKS Jatim menyampaikan bahwa pengelolaan anggaran BPOPP harus dikembalikan kepada kepala sekolah sebagai kuasa pengguna anggaran. Menurut dia, kepala sekolah adalah pihak yang paling memahami kebutuhan sekolah karena anggaran tersebut terkait langsung dengan rekening sekolah.
“Tak hanya itu, para pihak sekolah harus melibatkan peran komite dalam pengelolaan anggaran BPOPP. Hal ini sudah diatur dalam petunjuk teknis, yang menyebutkan bahwa komite sekolah harus menjadi bagian dari tim pengelola BPOPP di sekolah,” tegasnya.
Kunjung menjelaskan bahwa sumbangan dan bantuan dikelola oleh komite sekolah, sementara pungutan merupakan tanggung jawab sekolah.
“Bantuan biasanya berupa uang, barang, atau jasa yang diberikan oleh pihak selain orang tua siswa, sedangkan sumbangan datang dari orang tua siswa dan bersifat sukarela, bukan kewajiban. Pungutan, disisi lain, dilakukan oleh sekolah untuk kebutuhan tertentu,” ucap Kunjung.
Kunjung mengatakan bahwa sesuai peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008, pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
“Dana dari masyarakat atau orang tua siswa hanya digunakan untuk menutupi kekurangan pembiayaan yang tidak tercakup oleh dana BOS maupun BPOPP,” tutur Kunjung.
Senada, Ketua MAKI Jatim Heru Satriyo menegaskan bahwa pengelolaan anggaran BPOPP harus dikembalikan kepada sekolah sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).
“Selama dua tahun terakhir, pengelolaan anggaran ini berada dibawah kewenangan kepala cabang dinas (Kacabdin), namun berdasarkan komitmen bersama dalam FGD tersebut disepakati bahwa kepala sekolah yang seharusnya menjadi kuasa pengguna anggaran,” tukas Heru.
“Kepala sekolah lebih memahami dan mengerti cara memaksimalkan anggaran BPOPP tersebut,” ucap dia.
Heru menerangkan bahwa Pergub nomor 69 tahun 2019 tidak secara tegas mengatur apakah pengelolaan anggaran harus berada ditangan kepala sekolah atau Kacabdin kota/kabupaten.
“Berbeda dengan Pergub sebelumnya yang secara jelas menyebutkan bahwa rekening sekolah harus dipegang oleh kepala sekolah,” imbuhnya.
Menurutnya, Hal itu akan menimbulkan celah yang memungkinkan Kacabdin untuk mengambil alih pengelolaan anggaran BPOPP tersebut.
“Sebagai tindak lanjut, sebuah rekomendasi bersama akan diajukan ke Komisi E DPRD Jatim untuk membahas pengembalian skema pengelolaan anggaran BPOPP ke kepala sekolah,” tukas Heru.
Heru mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan upaya lobi kepada pemerintah provinsi Jatim dan berharap perubahan ini segera diimplementasikan.
“Selain itu, adanya tambahan anggaran sebesar 620 miliar yang membuat total anggaran pendidikan di Jatim naik dari 8,6 triliun menjadi 9,5 triliun. Tambahan ini, digunakan untuk mencakup kebutuhan BPOPP selama 12 bulan penuh, yang sebelum hanya dianggarkan selama 9 bulan,” terangnya.
“Adanya perubahan dan penambahan anggaran ini, diharapkan pengelola anggaran BPOPP dapat lebih tepat sasaran dan mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Jatim,” pungkasnya. (red).