Selasa, 24 Januari 2023

SEKILAS TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD RI)





Oleh: Kunjung Wahyudi


Surabaya, MCE - Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) merupakan lembaga negara yang memiliki kedudukan sebagai representasi kepentingan daerah. Dengan kedudukan tersebut, Dewan Perwakilan Daerah diharapkan mampu memperjuangkan kepentingan (aspirasi) rakyat dan daerah dalam kebijakan-kebijakan nasional. Dengan demikian, yang menjadi gagasan dasar pembentukan Dewan Perwakilan Daerah adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik terutama dalam hal-hal yang berkaitan langsung dengan daerah.


Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia antara lain dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah; meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan Negara dan daerah-daerah; dan mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang. Peran DPD dalam menyerap dan menyalurkan aspirasi daerah dalam proses perumusan kebijakan negara yang terkait dengan kepentingan masyarakat di daerah dan untuk mengefektifkan pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah menjadi sangat penting dan strategis.


Fungsi, tugas dan wewenang DPD adalah:

1. Fungsi Legislasi

Dapat mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahas RUU yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan Pusat dan Daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Fungsi Konsultasi

Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam hal RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama serta pemilihan anggota BPK.

3. Fungsi Pengawasan

Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pertimbangan keuangan pusat dan daerah, pelaksanaan APBN, pajak, agama, pendidikan, serta menerima hasil audit keuangan negara yang dilakukan oleh BPK. 

4. Fungsi Anggaran

Dapat mengajukan RUU tentang perimbangan keuangan pusat serta daerah, memberikan pertimbangan terhadap RUU APBN, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN.


2.1.Upaya-Upaya yang bisa memaksimalkan fungsi Dewan Perwakilan Daerah

Dilihat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), fungsi representasi diatur dalam berbagai bentuk yaitu: 

1. Fungsi representasi sebagai dasar dari pelaksanaan fungsi lainnya yang terdiri dari fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Hal ini diatur dalam Pasal 248 ayat (2);

2. Fungsi representasi sebagai upaya untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dalam rangka pertanggungjawaban kinerja. Hal ini diatur dalam Pasal 254 dan Pasal 258 huruf h dan huruf i;

3. Fungsi representasi dalam hal pengawasan dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat, DPRD & pemerintah daerah di daerah pemilihan masing-masing. Hal ini diatur dlm Pasal 249 ayat (2).


Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah harus ditingkatkan demi menjaga lembaga ini sendiri. Hal ini disebabkan karena Dewan Perwakilan Daerah berbeda dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak secara spesifik mempunyai konstituen di daerah. Dewan Perwakilan Daerah dengan potensi daerahnya masing-masing seharusnya bisa fokus untuk menyelesaikan permasalahan daerahnya masing-masing karena pada akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat saja yang merupakan representasi secara umum pada saat melaksanakan fungsinya kembali ke daerah pemilihan masing-masing. 

Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak anggota Dewan Perwakilan Daerah yang tidak berkapasitas dan terkesan menjadikan Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga pindahan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Selain dalam fungsi legislasi, Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang yang berhubungan dengan otonomi daerah, pemekaran dan penggabungan wilayah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan untuk dapat dijadikan bahan usulan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Mekanisme konsultasi publik secara reguler ke daerah pemilihan untuk berdialog dengan para konstituen sangat perlu dikembangkan. Sebab, perbedaan yang cukup signifikan antara Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kejelasan konstituennya. Jika Dewan Perwakilan Rakyat seringkali rancu dengan konstituennya karena belum tentu dipilih langsung, Dewan Perwakilan Daerah memiliki batas wilayah dan konstituen yang sangat jelas. Untuk itu penjadwalan kunjungan ke daerah pemilihan guna memperoleh aspirasi rakyat perlu mendapat prioritas utama pada saat mulai bekerja sehingga tidak hanya mengharapkan masa reses yang hanya satu kali dalam setahun. Dalam hal fungsi legislasi, meskipun sudah diberikan kesempatan yang lebih baik pasca putusan Mahkamah Konstitusi, namun tanpa kewenangan legislasi Dewan Perwakilan Daerah tidak akan mungkin mampu merepresentasikan aspirasi dan kepentingan daerah tersebut tidak mungkin diwujudkan. 

Inilah yang menyebabkan bagaimanapun fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah harus ditingkatkan dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah. Oleh sebab itu, Pasal 248 perlu dipertegas dengan rumusan yang lebih rinci dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi representasi Dewan Perwakilan Daerah.


Menurut Cormick (Mas Achmad Santosa, 1993) bahwa peran serta masyarakat dibedakan ke dalam dua pola yaitu: 

1. Peran serta yang bersifat konsultatif, berarti masyarakat mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat tetapi keputusan tetap berada di tangan pembuat keputusan.

2. Peran serta yang bersifat kemitraan, berarti masyarakat diajak secara bersama-sama untuk membahas dan mencarikan solusi atas permasalahan yang dihadapi.


Dewan Perwakilan Daerah lebih banyak menggunakan pola konsultatif. Dalam penyerapan aspirasi secara tidak langsung misalkan dilakukan dengan diskusi dan konsultasi bersama lembaga pemerintahan lokal yaitu DPRD atau pemda setempat. Kegiatan ini lebih fleksibel karena tidak harus menunggu masa reses dan dinilai efektif untuk menguatkan kemitraan anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan pemerintah daerahnya. Anggota Dewan Perwakilan Daerah Jawa Timur misalkan, melakukan rapat konsolidasi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Provinsi Jawa Timur dengan Pemangku Kepentingan di Provinsi Jawa Timur untuk percepatan pembangunan daerah Madura, yang dihadiri oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Provinsi Jawa Timur, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Ketua DPRD Provinsi, Ketua DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota Se-Provinsi Jawa Timur dan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur. Dalam rapat konsolidasi ini dilakukan koordinasi dengan daerah untuk melihat permasalahan dan mencari solusi dari pembangunan di Madura.


Untuk menjalankan tugasnya, Dewan Perwakilan Daerah sudah seharusnya melakukan pelibatan masyarakat dan daerah. Ada tiga bentuk tindaklanjut dari aspirasi yang sudah diserap oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah yaitu: 1) disampaikan dalam sidang paripurna; 2) direkomendasikan kepada pihak terkait; dan/atau 3) diselesaikan ditingkat internal Provinsi. Artinya, setiap aspirasi yang masuk tidak boleh hanya diserap saja tanpa ditindaklanjuti. Dalam mengajukan RUU misalkan, Dewan Perwakilan Daerah harus mengakomodir aspirasi tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Pasal 112. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU MD3 Pasal 300 ayat (3) bahwa tata tertib Dewan Perwakilan Daerah harus mengatur mengenai mekanisme keterlibatan masyarakat. Dengan demikian, dalam gagasan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kelima ini usulan DPD kedepan terkait dengan fungsi dan kewenangannya adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang legislasi Dewan Perwakilan Daerah harus diberikan kewenangan yang sama dengan DPR. Dewan Perwakilan Daerah tidak hanya terbatas memberikan pertimbangan, tetapi juga turut mempunyai hak suara untuk menentukan lolos tidaknya Rancangan Undang-Undang (RUU). Seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang No 27 tahun 2009 bahwa terdapat dua tingkat pembicaraan yaitu pembicaraan pertama menyangkut pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventaris masalah; dan penyampaian pendapat. Kemudian pembicaraan kedua merupakan pengambilan keputusan paripurna. Dalam hal ini DPD harus diikutsertakan dalam pembicaraan tahap kedua untuk ikut serta dalam keputusan paripurna.

2. Dalam menegakkan prinsip perimbangan (check and balances) antara DPD dan DPR, DPR RI yang anggotanya dipilih berdasar jumlah penduduk dan melalui partai-partai, maka Anggota DPD dipilih berdasar keterwakilan daerah dan secara perseorangan. Kedua sistem ini bisa saling mengisi, mengimbangi, dan menjaga (checks and balances) antar lembaga perwakilan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, senat setiap anggota bagian memiliki 2 (dua) orang senator untuk mewakili mereka dalam senat, tidak tergantung dari luas daerah dan jumlah penduduk di negara bagian tersebut. Para senator dipilih melalui pemilu lokal dan memiliki jabatan selama 6 tahun. Penggantian senator tidak dilakukan serentak. Setiap 2 tahun sekali diadakan pemilihan anggota senat, di mana 1/3 dari anggota senat habis masa jabatannya dan diganti dengan anggota baru.

3. Kewenangan pengawasan (oversight) Peran dan Fungsi DPD RI dalam Rangka Menuju Sistem Bikameral yang Efektif Melalui Amandemen DPD harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan DPR, agar pengawasan tersebut bisa efektif. Kemudian hasil pengawasannya tidak hanya disampaikan kepada DPR tetapi juga kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti. Untuk menghindari terjadinya duplikasi dengan DPR dapat diatur pembagian kewenangan dan tanggungjawab pengawasan antara kedua lembaga tersebut. Misalnya, dalam pengawasan DPD lebih terfokus di daerah dan DPR RI di pusat.


2.2.Solusi tepat fungsi Dewan Perwakilan Daerah bisa melaksanakan secara maksimal Dewan Perwakilan Daerah secara kelembagaan merupakan sebuah lembaga Negara yang terbentuk dari amandemen ketiga dan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Dasar pembentukan lembaga ini adalah perubahan ketiga UUD NRI Tahun 1945 yakni dalam pasal 22C, 22D dan 22E. Diperkuatnya kewenangan yang dimiliki Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) dalam fungsi legislasi ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012. Mahkamah Konstitusi menafsirkan frasa “dapat mengajukan” dalam Pasal 22D ayat (1) merupakan sebuah pilihan ataupun hak/ kewenangan dalam mengajukan rancangan undang-undang, dan “ikut membahas” dalam Pasal 22D ayat (2) UUD NRI 1945 inipun diartikan bahwa DPD RI memiliki kewenangan untuk ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Artikel Terkait

SEKILAS TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD RI)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Berita Terbaru

Kategori