JAKARTA, monitorjatim.com - BUPATI BOGOR Ade Yasin tertangkap tangan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Operasi tangkap tangan (OTT) KPK itu dilakukan sejak tanggal 26-27 April 2022. Selain Ade, KPK juga mengamankan sejumlah pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
KPK menjelaskan, penangkapan Bupati Ade Yasin itu terkait dugaan kasus suap. Dalam OTT Bupati Ade Yasin, KPK mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk uang. “KPK telah mengamankan beberapa pihak dan sejumlah uang serta barang bukti lainnya,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Rabu (27/4/2022).
Bupati Ade Yasin dan beberapa pihak yang diamankan segera menjalani pemeriksaan. Sementara itu, penangkapan itu diduga terkait dugaan suap.
Namun demikian, KPK masih mendalami kasus tersebut dan belum mengungkapkan detil penyuapan. “Setelah selesai nanti akan kami sampaikan detil kasusnya,” ucap dia.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri juga menjelaskan, penangkapan Bupati Ade Yasin dan beberapa pihak dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat adalah terkait suap. “Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap,” terang Ali.
Bupati Ade Yasin (53), memiliki nama lengkap Ade Munawaroh Yasin SH MH adalah adik kandung dari mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin. Rachmat menjabat sebagai Bupati Bogor sejak 30 Desember 2018. Ade Yasin terpilih sebagai Bupati Bogor pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Bogor 2018 bersama calon wakil bupati, Iwan Setiawan.
Saat itu pasangan Ade-Iwan didukung oleh tiga partai politik, yakni PPP, PKB, dan Partai Gerindra, mereka mendapat nomor urut 2. Ade Yasin terpilih sebagai Bupati Bogor dengan suara terbanyak berjumlah 912.221 suara atau 41,12 persen mengalahkan empat pasangan calon lainnya.
Sebelum terkena OTT KPK, Bupati Ade sempat melarang jajarannya menerima gratifikasi terkait hari raya.
Instruksi Bupati Ade Yasin itu dikeluarkan melalui surat edaran tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian gratifikasi Terkait Hari Raya. “Wajib menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan permintaan, pemberian dan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” kata Ade Yasin, Senin (25/4/2022).
Dikatakannya, hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 12 B dan Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*/red).